"Yang kita semua sebagai anak bangsa tidak setuju adalah penggunaan kekerasan baik secara verbal maupun fisik atas nama suku, agama, ras, dan antargolongan. Itu kita tidak setuju," ucap Ferry dalam acara diskusi di kantor CSIS, Jakarta, Senin (20/8) kemarin.
Ferry memberi gambaran praktik politik identitas terlihat dalam Pilkada 2018 lalu. Namun, menurut dia, hal itu tidak sampai berujung pada tindakan kekerasan. Dia menganggap hal itu disebabkan karena masyarakat dapat menanggapi dengan bijak.
Ferry juga mengatakan politik identitas merupakan hal yang biasa terjadi di banyak negara lain.
Dia memberi contoh di Amerika Serikat, ketika Donald Trump masih bertarung dengan Hillary Clinton dalam pemilihan presiden. Saat itu, kata Ferry, Trump kerap melontarkan pernyataan yang bersinggungan dengan suku, etnis dan ras, khususnya para imigran di AS.
Selain Trump, Ferry juga menyatakan Barrack Obama turut menjadi sasaran politik identitas ketika berkampanye. Menurutnya, Obama kerap dijegal isu SARA dalam pemilihan presiden di AS.
"Karena Obama calon presiden kulit hitam pertama," ujar Ferry.
Ferry mengklaim Partai Gerindra tidak akan menggunakan isu SARA dalam Pilpres 2019 mendatang. Dia menampik anggapan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan menggunakan taktik itu demi mendulang suara.
Menurut Ferry, hal itu sudah nampak ketika partai koalisi menunjuk Sandiaga Uno sebagai cawapres. Sandi, lanjutnya, adalah sosok yang tidak memiliki latar belakang apapun yang dapat dikapitalisasi untuk penggunaan politik identitas.
Ferry menjanjikan duet Prabowo-Sandi bakal fokus pada isu ekonomi saat kampanye. Menurut dia tema itu lebih cocok berkaca dari kondisi masyarakat saat ini yang dihadapkan pada masalah ekonomi.
"Kita memang tidak mau terlibat dengan kesempitan cara berpikir mengenai politik identitas," ujar Ferry. (ayp)
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180821103943-32-323839/gerindra-anggap-politik-identitas-wajar-tapi-tak-akan-dipakai/
No comments:
Post a Comment